catatan

Skripshit

tuhan-bersama-mahasiswa-tingkat-akhir

Skripsi. Satu kata sederhana tapi begitu berat perjuangannya bagi seorang mahasiswa. Ya, bagi orang lain mungkin skripsi hanya dianggap sebagai salah satu syarat untuk lulus kuliah. Namun tidak demikian halnya bagi mahasiswa tingkat akhir. Skripsi bagaikan tembok besar China yang menghalangi kelulusannya menjadi seorang sarjana. Tak jarang ada yang membuat plesetan jadi “skripshit.”

Dari apa yang pernah saya dengar dari teman-teman, skripsi nampaknya memang menjadi momok yang cukup menakutkan bagi mahasiswa, tak terkecuali saya sendiri. Tak sedikit teman-teman yang mengalami kesulitan saat penulisan skripsi. Mulai judul yang berulang kali ditolak, dosen pembimbing yang tak sesuai harapan, kesulitan akses penelitian, hingga rasa malas yang seolah tak mau pergi.

Seorang teman berinisial R belum lama ini mengeluh sebenarnya untuk apa kita membuat skripsi. Toh pada akhirnya skripsi yang dibuat hanya jadi penghias rak perpustakaan. Hanya akan jadi tumpukan kertas bebal yang tak terbaca. Mahasiswa pun seolah enggan sekali membacanya, jadi untuk apa? Apa hanya memenuhi kewajiban belaka, atau memang skripsi sebegitu pentingnya hingga memaksa seseorang bersusaha payah mengetik ratusan halaman demi tambahan tiga empat huruf dibelakang namanya.

Rasanya tak sedikit yang punya pemikiran senada. Jika boleh membandingkan mungkin banyak yang lebih memilih mengerjakan tumpukan tugas kuliah biasa dibanding skripsi. Pernah pula saya mencari pembenaran bahwa skripsi sebenarnya nggak penting-pentingamat. Di luar negeri, Malaysia dan Australia contohnya, skripsi bukanlah hal wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk menjadi sarjana. Di beberapa unuversitas lain di luar negeri pun skripsi hanya berstatus pilihan. Lantas kenapa Indonesia masih menganut paham bahwa skripsi adalah penentu kelulusan seorang sarjana? Terlebih, nantinya juga kita bakal jadi praktisi, bukannya peneliti, jadi sekali lagi untuk apa? Guratan pertanyaan itu terus mengendap di kepala saat dihadapkan pada sebuah masalah saat pengerjaan skripsi.

Mungkin banyak teman-teman yang saat ini sedang menempuh proses penulisan skripsi memiliki pengalaman yang hampir serupa. Mendadak skripsi jadi topik paling hot buat jadi bahan status di media sosial seperti facebook dan twitter. Isinya hampir serupa, curhat masalah dosen pembimbing lah, malesnya minta ampun lah, betapa beratnya nulis skripsi lah. Alhasil, mulai muncul suatu idiom jika skripsi dapat menyebabkan seorang mahasiswa menderita komplikasi penyakit stres dan galau, haha.sudahkah-kamu-mengerjakan-skripsi-hari-ini-1

Idealnya, seorang mahasiswa memang dibekali kemampuan yang merata dalam hal menulis. Namun sayangnya, tak semua mahasiwa mampu melakukannya. Tak jarang ide yang begitu hebat di kepala bakal jadi pemikiran belaka tatkala mahasiswa kurang mampu menerjemahkannya ke dalam sebuah tulisan. Ya, banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan sedang-sedang saja dalam hal tulis menulis. Ditambah kurangnya minat baca mahasiswa sekarang, jadilah pengerjaan skripsi benar-benar menjadi sesuatu yang mahasulit untuk dilakukan.

Tak adil memang hanya menyalahkan skripsi semata. Toh pada akhirnya kita semua memang harus melewatinya. Kembali kita harus berkaca bahwa tugas mahasiswa memang sudah seharusnya demikian. Tak perlulah mencari-cari alasan untuk tidak mengerjakan skripsi. Atau kembali mempersalahkan pihak lain atas ketidakmampuan kita.

Yakinlah kalau kita punya kemampuan untuk mengerjakan hal hebat bernama skripsi. Ya, berpikirlah positif atas apa yang akan kita lakukan. Tak perlu merasa tak berdaya atau tak punya kemampuan atas yang belum kita perbuat. Jika memang ada kemauan, pastilah selalu ada jalan. Jika selama ini ternyata belum membuahkan hasil, mungkin memang perlu Doa, Usaha, Ikhtiar dan Tawakal kepada Tuhan, yang lebih keras tuk mewujudkannya.

skripsi3Percayalah, setiap orang pasti bisa melewatinya. Toh dari catatan sejarah, mahasiswa yang berhasil menyelesaikan skripsi jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang tidak. Bukan bermaksud menggurui atau sok menasihati, tapi ingin berbagi dari apa yang sudah saya lalui. Hasil akhir sebuah skripsi memang penting dan menentukan, tapi justru jauh lebih penting dan bermanfaat proses yang telah kita tempuh saat penulisan skripsi. Disitu ditempa bagaimana kemampuan kita memecahkan persoalan, memanajemen waktu, menyesuaikan keadaan, serta hal lainnnya. Yang justru tak pernah kita sadari semakin meningkatkan kemampuan diri kita sendiri.

Yakinlah kawan, ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri setelah menyelesaikan sebuah skripsi. Buang jauh-jauh pikiran jika skripsi nantinya cuma jadi pajangan. Tanamkan pemahaman bahwa skripsi yang kita tulis pasti mempunyai manfaat bagi orang lain, walau hanya setitik nila. Taruhlah kalau memang hanya jadi pajangan di perpustakaan, minimal skripsi yang sudah kita tulis membuat kita sadar, “TERNYATA AKU BISA”, kalau tak pernah menyerah dan terus berusaha. Hanya sekedar mengeluh tak akan pernah menyelesaikan masalah. Lebih baik mencari solusi lewat berbagai cara, pasti ada jalan jika ada kemauan dan keseriusan. Good luck.

Standar
catatan

Susah Keluar Dari Kampus

Semerter akhir adalah massa dimana seorang mahasiswa dihadapkan dengan permasalahan hidup yang sangat menentukan dirinya sendiri kedepan. Tak terkecuali saya dan teman – teman saya yang saat ini berada di semester akhir ( padahal udah semester 9 sihh! ) dan diantara teman – teman saya itu sudah ada yang lulus dan tinggal menunggu wisuda saja. ( Kalau saya sih GeJe gitu kapan selesai nya…..! )

Nah pada suatu waktu ketika saya dan teman – teman saya berkumpul di suatu ruangan dosen,, kebetulan ruangan itu kosong karena dosennya lagi ngajar. Pertama – pertamanya obrolan kita masih tahap guyon saling ejek satu sama lain, tapi tidak tahu siapa yang mendahului tiba – tiba obrolan kami berubah menjadi masalah serius ketika menyinggung ” SETELAH LULUS KULIAH KITA  NGAPAINN YA ”  (pasti semuanya berharap akan langsung dapat kerja setelah lulus).

Pertama yang kami bahas adalah masalah PROFESI yang cocok dengan jurusan yang kami ambil yaitu Manajemen dan setahu kami di Indonesia banyak sekali perusahaan yang membutuhkan lulusan manajemen yang ada, sehingga diantara kami ada yang beralih ingin jadi Dosen, PNS , CS ( Costummer Service ) Bank sampai Wirausaha .  Ketika kata yang terakhir disebut  (Wirausaha) , salah satu teman berkomentar kalau nggak salah dia bilang gini ” kalau wirausaha itu perlu modal banyak dan belum tentu juga sukses, terus kalau sudah sukses juga tiba – tiba bangkrut malah kita jadi struk “ suatu komentar yang pesimis, tetapi untuk para mahasiswa akhir seperti kami juga pernyataan yang masuk akal karena kami bukan anak seorang pengusaha yang dapat memberikan modal besar dan tidak memiliki jiwa Enterprener , walaupun kami juga tahu dari cerita banyak orang – orang yang keadaannya sama seperti kami tapi mereka sukses berwirausaha . Setelah itu obrolan kami beralih tentang masalah gaji, di obrolan ini terdapat dua pendapat yang berbeda, ada yang berpendapat ” Yang Penting Gaji Besar tak peduli nggak nyaman dengan pekerjaannya “ sedangkan yang lainnya bependapat ” nggak pa pa Gaji yang penting kita nyaman dengan pekerjaannya” . Tidak ada yang salah dengan kedua pendapat itu, sebagai manusia kita tentunya menginginkan mendapat suatu penghasilan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari, tetapi kita juga menyadari bahwa manusia mempunyai perasaan yang akhirnya mempengaruhi mood kerja kita juga. ( Tapi saya pribadi lebih ke pendapat ke dua, karena saya mempunyai prinsip jangan terlalu melihat hasilnya , tapi lihat dan hargai pengalamannya ).  Setelah terlibat dengan obrolan seru itu , munculah moto bijak dari kami yang mungkin sebagai pengayem ( pendingin ) dari obrolan diatas yaitu Niat, Usaha dan Do’a dan kata bijak semua itu sudah ada jalan takdirnya sendiri jadi jalani saja kemana kaki mu melangkah.

Mungkin apa yang dirasakan saya dan teman – teman saya di atas juga anda rasakan , dimana perasaan gundah, galau dan ragu dirasakan ketika kita sudah berada didepan pintu gerbang menuju dunia kerja, ditambah dengan fakta kita harus bersaing dengan jutaan pengangguran di negara indonesia ini. Suatu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah dan kita sebagai warga negara indonesia. Malah jadi ingat ketika masuk kuliah sudah susah dimana harus bersaing dengan ribuan calon mahasiswa di tambah biaya masuk kuliah yang mahal. Eh, ketika mau lulus juga susah harus bersaing dengan jutaan pengangguran untuk mendapatkan satu pekerjaan. Yo wes satu kalimat dah ” Masuk Kuliah Susahhh……..! Keluar Kuliah Juga SusssSsssaaaaaahhhh!” suatu realita di negeri kita,

 

    Standar
    catatan

    Catatan Mahasiswa Semester Akhir.

    2

    Yang paling menyakitkan bagi seorang mahasiswa tingkat akhir(apalagi menjelang ambang batas) adalah ketika ditanya; Kapan lulus?. Sebuah pertanyaan yg sebenarnya mudah dijawab namun sangat sensitif dan bikin ilfiel. Saya sendiri adalah salah satu yang merasakannya. Terkadang, bosan juga dengan pertanyaan yang itu-itu saja. Tapi, ada hikmahnya juga kita diberi pertanyaan seperti itu berulan-ulang. Setidaknya kita masih diingatkan kalau kita ini masih kuliah dan punya tanggung jawab untuk menuntaskannya.

    Sebenarnya apa saja sih yang menjadi penyebabnya? Saya akan coba menganalisa berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa kawan saya yg juga berlama-lama menjadi mahasiswa. Pada dasarnya setiap mahasiswa yang memperpanjang masa kuliahnya itu pasti memiliki masalah, entah masalah dengan dirinya sendiri, dengan orang tua, dengan teman dekat, dan yang tidak dinafikan yaitu bermasalah dengan dosen.

    • Bermasalah dengan diri sendiri. Yang menjadi momok utama dalam diri seorang mahasiswa adalah rasa malas. Mungkin ini adalah faktor yang paling banyak menjadi penyebab molornya kuliah, utamanya skripsi yang tak kunjung selesai.
    • Bermasalah dengan orang tua. Keridhloan Allah terletak pada keridhloan orang tua. Sabda Rasul tersebut adalah benar adanya. Ketika kita memiiki sedikit masalah saja dengan bapak ataupun ibu maka itu akan sangat berpengaruh terhadap hidup kita. Masalah yang saya maksudkan disini bisa bermacam-macam. Bisa karena ketidakcocokan visi misi, prinsip, dan hubungan yg tidak harmonis.
    • Bermasalah dengan teman dekat. Ini juga mungkin banyak dialami oleh teman-teman yang molor kuliahnya. Penyebabnya bisa karena ada percekcokan, terlalu asyik berdua dan sebagainya.
    • Bermasalah dengan dosen. Ini biasanya terjadi saat skripsi. Apalagi kalau dosen pembimbingnya jual mahal. Mau bimbingan aja mesti kejar-kejaran. Ada juga dosen yang tidak mau membimbing mahasiswanya hanya karena mudah tersinggung.
    • Karena salah niat. Niat adalah fondasi utama sebuah pekerjaan. Jika dari awal sudah salah niat maka akan sangat fatal akibatnya.
    • Karena menekuni hobi yang lebih menyenangkan. Biasanya ini dialami oleh mahasiswa yang kurang srek dg jurusan yg dipilihnya. Akibatnya, waktu yang ada lebih banyak dihabiskan untuk melakukan hobinya.
    • Karena sibuk kerja sampingan. Apalagi kalau gajinya lumayan. Sudah pasti bakalan semakin malas kuliah apalagi menyelesaikan skripsi.
    • Pernah melakukan dosa besar. Apa saja itu? Di buku-buku agama maupun di internet suah banyak disebutkan. Bisa dicari sendiri.

    Kalau sudah seperti ini yg bisa kita kita lakukan ya memperbaharui niat dan segera menyelesaikan masalah yg menghambat kelulusan . Jika memang bermasalah dengan orang tua segera dibicarakan dan minta maaf. Jika bermasalah dengan teman dekat segera cari solusi terbaik. Minta nasehat kepada sahabat atau keluarga. Untuk masalah dengan dosen jika memang kita yang salah segera meminta maaf. Jika bukan kita yang salah segera hubungi kajur atau pembimbing akademik untuk penanganan lebih lanjut. Tinggalkan dulu hobi dan pekerjaan lain untuk sementara waktu. Perbanyak istighfar, tingkatkan ibadah serta perbanyak doa. Pasti ada yang salah dalam diri kita sehingga tidak segera lulus.

    Bagi yang masih semester awal, segera tingkatkan kewaspadaan. Luruskan niat kalian. Sering-seringlah mencari informasi dari kakak tingkat dan perbanyak baca referensi di perpustakaan. Banyak yang bilang kalau skripsi itu gampang, sebulan juga bisa jadi kok. Itu benar, tapi kalau sudah terbelenggu masalah dan salah niat maka semuanya akan terasa sulit. Percayalah, tidak ada yg instan di dunia ini, termasuk skripsi. Semua butuh proses. Kerja sampingan boleh saja asal tidak mengganggu kuliah. Jika sudah masa skripsi segera tinggalakan pekerjaan yang lain. Percayalah, rizki bisa datang kapan dan dimana saja. Selesaikan dulu skripsi agar bisa cepat lulus, baru setelah itu fokus kerja ato langsung buru-buru nikah.

    Jangan pernah mencicipi kemalasan karena itu akan membuatmu kecanduan.

    Sebuah hikmah dari kegagalan

    Mohon doanya..,

    /mbakyul

    Standar
    catatan

    Tidak Terasa Sudah Semester Akhir

    skripsi (2)

    Hari demi hari terus berlalu semester demi semester pun juga terus berlalu, rasanya baru kemarin merasakan manisnya menjadi seorang mahasiswa tapi tiba-tiba saja ternyata sudah semester akhir, tidak terasa waktu begitu cepat. Universitas Muhammadyah Surakarta (Solo) menjadi tempat berjuang menuntut ilmu, menjadi saksi lika-liku, suka-duka menjadi seorang mahasiswa, ilmu Manajemen Ekonomi pun terus kupelajari demi mengejar gelar S.E. Dan tahun ajaran ini 2015/2016 saya dinyatakan sebagai mahasiswa tua atau mahasiswa semester akhir, disemester 9 ini allhamdullilah semua mata kuliah / sks yang harus ditempuh (150 sks) udah tercapai tinggal meneruskan skripsi yang telah aku ambil disemester 8 kemarin yang sampai sekarang belum kunjung selesai. Revisi demi revisi ku jalani demi selesainya skripsi, target semester ini mudah-mudahan 2 bulan selesai dan bisa langsung ikut wisuda. Semoga mimpi tercapai. Aminn,

    Standar
    catatan

    Mau Kerja atau kuliah Lagi???

    Begitu pertanyaan yang terkadang muncul pada saat masih mahasiswa. Untuk menentukan pilihan, selesai kuliah lebih baik bekerja atau kuliah lagi bukanlah perkara gampang.

    Ada beberapa pertimbangan yang layak dicermati sebelum memilih salah satunya. Di antaranya adalah :

    1. Kondisi Ekonomi Keluarga

    Bagi yang berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi, biaya kuliah untuk meneruskan ke jenjang Strata 2 (S2) tampaknya bukan masalah utama. Beberapa orangtua menghendaki anaknya bisa langsung ambil S2 apalagi jika umurnya masih muda dan berprestasi. Kesempatan untuk memilih kuliah lagi, apalagi ke luar negeri terbuka lebar.

    Pendapat orangtua bisa saja akan berbeda dengan sang anak. Bisa jadi dia lebih memilih untuk bekerja daripada kuliah lagi, karena ingin mendapatkan pengalaman kerja.

    Setelah mendapatkan pekerjaan, dia bisa kuliah sambil kerja. Jika ini yang dipilih, maka perlu kompromi lebih lanjut mengenai biaya kuliahnya di S2, apakah masih ditanggung sepenuhnya oleh orangtuanya, tanggungan dia atau fifty-fifty.

    Lain cerita dengan lulusan yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tanggung jawab orangtua untuk menyekolahkan hingga jenjang S1 tampaknya berakhir hingga di sini, apalagi jika adik-adiknya masih membutuhkan biaya pendidikan yang tidak sedikit.

    Pilihan untuk bekerja setelah lulus kuliah adalah pilihan yang rasional. Selain mengurangi beban orangtua karena dapat membantu keluarga termasuk adik-adiknya, memasuki dunia kerja juga sebagai kesempatan untuk menabung jika ada keinginan untuk melanjutkan ke jenjang S2.

    2. Tawaran beasiswa

    Tak semua lulusan perguruan tinggi mendapat tawaran beasiswa melanjutkan ke jenjang S2. Lulusan yang memiliki prestasi akademik tinggi yang berpeluang besar untuk meraih kesempatan ini.

    Biasanya beberapa perguruan tinggi menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri dan memberikan beasiswa bagi staf pengajarnya yang ingin melanjutkan studi. Syaratnya, lulusan tersebut harus menjadi staf pengajar terlebih dahulu. Mekanisme pertukaran mahasiswa S2 juga merupakan kesempatan untuk meraih beasiswa.

    Seandainya tanpa menjadi staf pengajar di suatu perguruan tinggi, apakah bisa mendapatkan beasiswa tersebut? Bisa saja, sepanjang persyaratan yang diminta dapat dipenuhi dan lolos tes yang diadakan oleh lembaga pemberi beasiswa

    3. Persyaratan Kerja

    Di lingkungan perguruan tinggi, staf atau tenaga pengajar yang dibutuhkan biasanya diutamakan yang berkualifikasi S2. Jika seorang fresh graduate ingin melamar posisi tersebut, pilihan untuk kuliah lagi setelah lulus adalah suatu keharusan.

    Saat ini, hampir dikatakan sedikit sekali perguruan tinggi yang menerima lulusan S1 untuk langsung mengisi posisi sebagai dosen. Argumennya, masa lulusan S1 mengajar S1. Setelah diterima, biasanya tugas sebagai asisten dosen yang pertama kali diterima.

    Menyiapkan praktikum, menggantikan dosen saat berhalangan mengajar, membantu mengorganisir acara seminar atau simposium, membantu riset sang dosen adalah beberapa tugas yang dikejakan sang asisten.

    Alternatif lainnya, di beberapa perguruan tinggi, staf pengajar juga dapat direkrut dari lulusan yang sebelumnya pernah bekerja. Bisa jadi karena kondisi tempat kerja sedang gonjang-ganjing dan karyawannya melihat kalau prospeknya madesu alias masa depannya suram, sehingga dia harus hijrah. Selanjutnya, dia mencari informasi lowongan kerja dan melamar menjadi staf pengajar di kampus.

    Bisa juga dosen senior di almamaternya memang tertarik dengan kemampuannya, namun formasi untuk staf pengajar saat itu belum tersedia. Hingga saat yang tepat, akhirnya si dosen senior menghubunginya untuk bergabung di almamaternya.

    Staf pengajar yang seperti ini biasanya kenyang dengan pengalaman lapangan dan tidak hanya pandai berteori. Ini salah satu kelebihan yang dimiliki dibandingkan rekannya yang belum pernah mencicipi dunia kerja.

    Dia juga lebih lihai dan luwes dalam menjalin relasi dengan pihak instansi lain untuk menjajagi kerjasama bagi kepentingan almamaternya, seperti menjadi lokasi penelitian atau tempat praktek kerja bagi mahasiswa.

    Perkembangan dan permasalahan di lapangan serta dunia kerja juga menjadi materi perkuliahan yang lebih menarik bagi mahasiswa, dibandingkan dosen yang hanya mengandalkan diktat kuliah yang setiap tahun nggak pernah berubah,

    Standar